Jejak Sejarah Melayu di Pulau Penyengat

RAGAM Pulau Penyengat menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang berada di Tanjung Pinang.

Apa saja jejaknya? Pulau Penyengat merupakan sebuah pulau kecil yang berjarak sekitar 2 km dari pusat kota Tanjung Pinang. Pulau ini bisa dijangkau dengan menumpangi kapal mesin.

Perjalanan menyeberangi laut pulau itu memakan waktu sekitar 10 – 15 menit. Ongkos menyeberangnya pun cukup terjangkau, yakni hanya Rp.7.000/orangnya. Di pulau ini banyak terdapat peninggalan sejarah Kerajaan Melayu.

Sebutan nama penyengat berasal dari para pelaut ketika datang ke Pulau Penyengat dan menjumpai hewan yang mempunyai suara seperti lebah. Pulau Penyengat juga dikenal sebagai pulau hadiah perkawinan dari Sultan Mahmud Syah kepada sang istri, Engku Puteri Raja Hamidah, pada 1803.

Di pulau yang ternyata sangat strategis ini, Raja Haji Fisabililah mendirikan pertahanan yang bekasnya masih tersisa hingga kini. Benteng Bukit Kursi di Pulau Penyengat itu merupakan peninggalan perang Raja Haji Fisabililah.

Mereka membangun benteng yang unik, yaitu turun ke bawah. Dengan beragam strategi, pasukan Raja Haji Fisabililah bisa memenangkan pertarungan melawan pasukan kolonial Belanda. Selain Benteng ada juga peninggalan lainnya seperti merupakan Masjid Raya Sultan Riau. Yang menurut cerita, salah satu bahan pembuat masjid ini adalah putih telur.

Dengan warna kuning dan hijau yang dominan, penampakan Masjid Raya Sultan Riau tampak lebih menonjol dibandingkan dengan bangunan lain di sekelilingnya. Warna kuning melambangkan kesejahteraan, sedangkan warna hijau merupakan simbol agama.

Ketika menyambangi Pulau Penyengat traveler jangan lupa untuk mengunjungi makam raja dan pahlawan nasional Raja Ali Haji, serta kompleks Istana Kantor. Di komplek makam itu biasanya para wisatawan melakukan ziarah untuk mendoakan para pendahulu yang telah tiada. (dtc)