Gini Tips Agar Merdeka Secara Finansial

JAKARTAHidup tanpa beban keuangan atau merdeka secara financial, tentu menjadi impian semua orang. Terlebih di tengah suasana pandemi seperti sekarang ini. Kamu ingin tau gimana caranya?

Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat menyarankan kita harus terlebih dahulu mengubah pola pikir. Terutama terkait gaya belanja, sumber penghasilan, dan utang. Perubahan ini sangat penting kita bisa merancang strategi dalam investasi.

Merdeka finansial dalam artian ketersediaan penghasilan non gaji untuk menopang hidup. Setiap orang yang memiliki gaji bulanan mampu merdeka finansial melalui investasi yang dirancang secara seksama dan optimal untuk mencapai target yang diinginkan.

Budi pun menjelaskan, ketika menua dan pensiun, biasanya kita hanya mengandalkan penghasilan dari aset-aset yang sudah dimiliki. Budi kemudian memberi contoh mencontoh taksiran nilai aset dan dana yang harus dialokasikan oleh seorang generasi milenial.

Taksiran aset sendiri diperoleh dengan mengalikan visi target PDB per kapita (Rp.320 juta per tahun) dengan masa tuai yakni ekspektasi hidup hingga wafat, misal 20 tahun. Maka total aset setelah pensiun harus mencapai Rp.6,4 miliar. Walau dapat diraih melalui investasi, kami sangat memahami angka ini mengagetkan dan mengintimidasi bagi sejumlah pihak.

Apabila ada investasi dengan imbal hasil portfolio sebesar 10,5% per tahun, maka generasi milenial itu perlu mengalokasikan dana investasi untuk masa depan sebesar Rp.4,32 juta per bulan. Tentunya, semua angka ini dinilai memberatkan.

“Kita bisa mempelajari prinsip investasi sepanjang hayat dari Nabi Yusuf kepada Raja bahwa kita harus selalu berusaha untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing serta memiliki cadangan untuk kehidupan di masa depan,” ungkap Budi.

Budi mengungkap ada beberapa tahapan investasi yang mencakup fase growth, protection, dan distribution. Aset yang paling tepat untuk fase growth meliputi talenta, properti, saham, dan emas dalam satu dekade ke depan.

Sementara, aset terbaik untuk fase protection adalah surat berharga negara (SBN) karena memiliki credit risk terendah. Fase distribution merupakan proses peluruhan atau pencairan dan transfer aset dimana aset dicairkan secara berkala menjadi non labor income.

Selain merancang investasi dengan mengukur fase growth, protection, dan distribution, Bahana TCW menyarankan agar investor juga harus memiliki acuan untuk cuan sebagai ukuran dan menganalisa berbagai aset guna mencapai hasil yang optimal.

Acuan itu berdasarkan pada temuan statistik bahwa dalam jangka panjang kinerja capital gain saham sesuai dengan sektor riil yang diukur berdasarkan rata-rata pertumbuhan PDB. Acuan itu berpengaruh terhadap keputusan kita dalam mengambil ambil untung bila kinerja saham tinggi.

Ada beberapa yang harus diperhatikan. Pertama, angka PDB cenderung menurun. Hal ini nampak sejalan dengan pelemahan daya beli masyarakat bersamaan dengan berakhirnya era booming komoditas sejak tahun 2012.

Kedua, angka rata-rata pertumbuhan GDPN yang lebih besar ketimbang IHSG. Sebagai kesimpulan, Budi mengimbau agar setiap orang bisa merencanakan dengan cermat masa tabur dan tuai guna meraih kemerdekaan finansial.

“Masa depan diraih melalui peningkatan produktivitas dan daya saing agar kita memiliki cadangan untuk mengantisipasi pergiliran siklus. Ketika mendekati masa pensiun, hindari masih memiliki utang dan berinvestasi pada aset yang tidak likuid. Selain itu, tentunya menjaga kesehatan emosional, sosial, dan spiritual,” papar Budi. (dtc)