Siap Dihukum Mati, Edhy Prabowo: “Saya Tidak Lari dari Kesalahan”

JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo yang terlibat dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur), menyatakan bahwa dirinya siap apabila dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum KPK.

“Kalau memang saya dianggap salah, saya tidak lari dari kesalahan. Saya tetap tanggung jawab. Jangankan dihukum mati, lebih dari itu pun saya siap,” ujar Edhy usai diperiksa di Gedung KPK, kemarin.

Dirinya mengatakan, bahwa apa yang dilakukannya adalah demi kepentingan masyarakat, terutama para nelayan. Selama ini, kata Edhy, masyarakat tidak bisa menikmati hasil laut terutama lobster. Bahkan, setiap nelayan mengambil lobster malah ditangkap. Atas dasar itulah dirinya kemudian membuka keran izin ekspor benur.

“Setiap kebijakan yang saya ambil untuk kepentingan masyarakat. Kalau atas dasar masyarakat itu harus menanggung akibat, itu sudah menjadi risiko bagi saya,” ungkap Edhy.

Meski demikian, Edhy menyatakan bahwa dirinya tak membenarkan atas apa yang dia lakukan dengan membuka keran ekspor benur. Ia hanya berjanji tidak akan menutupi kasus ini dan kooperatif menjalani proses hukum.

“Proses peradilan berjalan, makanya saya lakukan ini. Saya tidak akan lari, dan saya tidak bicara bahwa yang saya lakukan pasti benar,” kata Edhy.

Edhy pun mengakui bahwa keran ekspor benur yang dibukanya tidak 100% berjalan tanpa celah. Namun demikian, ia menyebutkan bahwa keputusannya membuka ekspor benur melalui peraturan menteri (Permen) untuk memenuhi keinginan masyarakat, bukan atas pribadinya.

“Permen yang kami bikin itu bukan atas dasar keinginan menteri, tapi keinginan masyarakat yang selama ini rakyat menangkap (lobster) malah ditangkap, tidak boleh menikmati sumber daya alam yang ada, sekarang kita hidupkan. Ini kan permintaan dari mereka yang sudah diajukan semua kelompok, pemerintah, DPR. Ini saya tindaklanjuti,” bebernya.

Lebih jauh Edhy mengatakan, ekspor benur yang diizinkannya ialah untuk membantu perekonomian masyarakat, khususnya para nelayan di tengah Pandemi Covid-19. Menurutnya, dengan dibukanya izin ekspor benur, maka masyarakat memiliki pekerjaan tambahan. Bahkan, disebutkannya bahwa izin ekspor benur akan menambah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Anda sendiri harus catat, berapa PNBP yang kita peroleh selama 3 bulan itu, ada Rp.40 miliar sudah terkumpul. Bandingkan dengan peraturan yang lama, seribu ekor hanya Rp.250. Di zaman saya, satu ekor seribu minimal, makanya terkumpul uang itu,” tandas Edhy. (lpc)