Sepanjang Desember 2020 – Januari 2021, 10 Provinsi Alami Kebanjiran

JELAJAHNEWS.ID, JAKARTA – Sepanjang Desember 2020 hingga Januari 2021, sedikitnya ada 10 provinsi di Indonesia yang mengalami kebanjiran. Sebagaimana hal itu diungkapkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR di Gedung DPR/MPR, belum lama ini.

“10 Provinsi itu, Sumut, Jateng, Aceh, NTB, Sultra, Jabar, Kepri, Kalsel, Malut, dan Sulut. Jadi banjir selama bulan Desember 2020 dan Januari 2021. Analisisnya begitu banyak,” sebutnya.

Namun demikian, dirinya tidak merinci analisa dari setiap banjir yang terjadi. Akan tetapi, Siti menyoroti salah satu banjir yang terjadi, yakni banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu.

Seperti yang pernah diungkapkannya dalam konferensi pers KLHK, dalam paparannya di hadapan para wakil rakyat tersebut, Siti kembali menerangkan anomali cuaca sebagai penyebab banjir karena dalam waktu 3-4 hari ketika banjir terjadi, dimana curah hujan tercatat hingga 300 milimeter. Dijelaskannya bahwa curah hujan 300 milimeter pada musim basah atau penghujan umumnya tercatat sebagai angka rata-rata curah hujan per bulan.

“Nah yang terjadi banjir, rata-rata hujan 300 milimeter 1 hari kadang-kadang atau 4 jam atau 3 hari. Jadi itu disebut ada anomali cuaca,” tuturnya.

Siti mengatakan, setiap terjadi insiden banjir di daerah, pihaknya melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung akan langsung membuat analisa penyebab banjir.

Ia memaparkan hal-hal yang dianalisis meliputi tata ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, alih fungsi lahan, perizinan dan legalitas, konflik tenurial, pengendalian perizinan, penegakan hukum, hingga penataan kewilayahan.

Pada kasus banjir yang meluas di Kalimantan Selatan, Siti menyadari adanya tuntutan masyarakat bahwa industri pertambangan yang diduga menjadi salah satu akar masalah dari insiden banjir. Namun, ditegaskannya bahwa hal ini harus ditegakkan bersama lintas kementerian/lembaga dan pemerintah.

“Terkait Kalsel, address masyarakat kepada tambang. Sebetulnya sudah ada aturan PP 78 dan 78 tahun 2011 yaitu untuk rehabilitasi DAS dan reklamasi. Dengan situasi ini perintahnya yang kemudian bisa kita lakukan. Ini kan bukan hanya KLHK, ada ESDM, PU, ATR, Pemda,” tuturnya.

Diketahui, masyarakat sipil pun mengkritisi pemerintah pusat perihal alih fungsi hutan yang marak terjadi di Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan. Selain karena tambang, juga karena alih fungsi menjadi kebun.

Namun, pada rapat bersama wakil rakyat tersebut, Siti tak menyinggung soal kondisi hutan dan kaitannya dengan banjir. Meski demikian, dalam rapat tersebut, Siti memaparkan soal kondisi hutan secara nasional.

“Tutupan lahan [hutan] 59 persen. Ini menjadi menurun, karena kami tambahkan hitungan dengan memperhitungkan dampak-dampak dari kebakaran hutan. Jadi, angkanya jadi menurun,” kata Siti.

Dalam kesempatan yang bersama, Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi mengkritisi penyebab banjir bandang di kawasan Puncak, Cisarua, Bogor pada Selasa (19/1/2021) lalu. Khususnya banjir bandang yang menimpa perumahan PTPN VIII.

Menurut mantan Bupati Purwakarta itu, banjir di Puncak bermula dari perubahan aliran sungai dengan jumlah besar serta areal hutan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tidak lagi ditumbuhi pepohonan yang rimbun.

“Sudah berubah jadi pohon pisang, berbagai pohon lain dengan tegakan yang sangat jarang. Nah kemudian daerah aliran sungai (DAS) sudah tidak didapati pohon-pohon yang besar, termasuk bambu yang besar. Sehingga ketika air mengalir dengan deras, batunya semua tergerus,” sebut Dedi.

Dedi pun mengaku mendapat informasi ini setelah melakukan pembahasan dengan direktur PTPN dan direktur jenderal perhutanan KLHK sebelum rapat kerja dimulai. Dalam pertemuan tersebut, ia pun meminta direktur PTPN melakukan relokasi terhadap perumahan PTPN yang berada di area dekat DAS tersebut. Sehingga rehabilitasi areal hutan bisa segera dilakukan.

“Itu kan jumlah rumah nggak banyak dan terbuat dari bilik, murah itu. Saya minta direlokasi ke tempat lebih nyaman. Dan kemudian dihijaukan kembali pada musim hujan ini. Toh, biayanya enggak terlalu besar,” bebernya.

Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat setidaknya 647 penduduk harus mengungsi di sejumlah titik akibat banjir. Tidak ada korban jiwa yang terdampak, namun 3 unit rumah dan 1 unit warung rusak berat. Kejadian ini menjadi salah satu dari rentetan bencana banjir dan longsor yang terjadi di awal tahun. (cni)