Pergunakan Teknologi Untuk Tingkatkan Ibadah

JELAJAHNEWS.ID, MEDAN – Selalu ada banyak cara untuk memperbaiki diri dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Apalagi zaman sekarang yang sarat dengan berbagai kemudahan sebagai dampak dari kemajuan teknologi, harus digunakan untuk peningkatan ibadah.

Hal ini disampaikan Penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Sumatera Utara (Sumut) Nawal Lubis saat membuka Pengajian Virtual DWP Sumut dari Kantor DWP Provinsi Sumut, Jumat (25/9/2020).

“Seperti yang kita lakukan hari ini, pengajian dan silaturahmi jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi. Ini hanya salah satu contoh, mendengarkan kajian di youtube juga bisa. Artinya gawai atau teknologi yang kita punya jangan buat kita lalai dari Allah SWT,” ujar Nawal.

Nawal mengapresiasi pelaksanaan pengajian secara virtual. Katanya, pandemi tidak boleh menghalangi dan menghambat produktivitas. Sebaliknya pandemi harus menjadi pecut untuk berpikir kreatif dan menciptakan solusi-solusi yang bermanfaat.

“Ibu-ibu seluruh anggota DWP Sumut, ikuti pengajian dengan sungguh-sungguh serta amalkan ilmu yang didapat. Mudah-mudahan pengajian hari ini menjadikan kita pribadi yang lebih baik dan lebih dekat dengan Allah SWT,” tutup Nawal.

Ketua DWP Provinsi Sumut, Linda  sependapat dengan Penasehat DWP Sumut, dikatakannya bahwa pandemi covid-19 bukan alasan untuk menghambat produktivitas. Salah satu hikmah pandemi, katanya, adalah memaksa seluruh kalangan untuk melek dengan teknologi.

“Alhamdulillah, pengajian kita DWP Sumut akan diisi oleh dua ustaz yakni Ustaz Hasrat Efendi Samosir membawakan tema Peran Perempuan dalam Islam. Kemudian, Ustadz Hasbi Al Mawardi Lubis tentang Fiqih Mandi beserta Hukum-hukumnya,” ujar Linda.

Pengajian dilanjutkan dengan mendengarkan tausiah dari kedua ustadz. Ustadz Hasrat Efendi Samosir menyampaikan tentang kepemimpinan wanita. Menurutnya, terdapat dua pandangan dalam melihat perempuan yang menjadi pemimpin. Pandangan tekstual yang sangat kaku dalam memahami teks dan dalil menyebut perempuan tidak bisa jadi pemimpin.

“Namun, pandangan kontekstual lebih kepada makna dan kondisi historis dan sosiologis yang mewarnai turunnya dalil tidak menyebutkan ada larangan perempuan jadi pemimpin. Dikisahkan, larangan dulu diberlakukan pada seorang ratu yang tidak punya kemampuan, tidak cerdas. Bukan kepada semua perempuan. Saat ini, ditemukan sejumlah wanita yang sukses dalam kepemimpinan dan bermanfaat bagi agama,” terangnya. (IP)